Rabu, 08 Juni 2016

Menelisik Perda Bermasalah, Haruskah Dihapuskan?



Pada dasarnya, sebuah peraturan dibuat pasti untuk mengatur sesuatu agar lebih tertata dan tertib. Namun, ternyata ada beberapa peraturan yang bermasalah dan harus dihapuskan. Seperti banyaknya peraturan daerah (perda) yang dianggap bermasalah oleh beberapa pihak termasuk pemerintah. Perda bermasalah tersebut dianggap tidak mendukung iklim investasi di Indonesia. 

Untuk menelisik lebih jauh soal perda-perda bermasalah tersebut, Mom and News mendapat undangan diskusi bulanan yang diadakan oleh PPMI di Resto Bumbu Desa Cikini pada Ahad, 5 Juni 2016. Acara ini turut dihadiri juga oleh rekan jurnalis baik dari media cetak dan online. Diskusi kali ini mengangkat tema 'Meninjau Perda Inkonstitusional Menuju Tata Kelola Pemerintah Yang Baik'


Narasumber dalam diskusi ini hadir dari Kementrian Dalam Negeri, Widodo Sigit Pudjianto selaku Kepala Biro Hukum Kementrian Dalam Negeri. Menurut catatan Kemendagri, ada sekitar 3.266 peraturan yang bermasalah. Dikatakan bermasalah karena perda yang dibuat tersebut dianggap menghambat investasi dan pembangunan. Isi dari perda juga dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, menghambat perizinan, dan diduga ada pembebanan tarif pada masyarakat.

Narasumber yang ikut hadir dalam diskusi ini antara lain; Robert Endi Jewang selaku Direktur Eksekutif KPPOD Jakarta. Hadir juga Arteria Dahlan dari Komisi II DPR RI, Supratman Andi Agtas dari Komisi III DPR RI serta Gautama Adi Kusuma seorang Pengamat Kebijakan Publik.

Dalam diskusi ini dibahas tentang banyaknya peraturan daerah yang bermasalah. Dari ribuan perda yang bermasalah itu, secara bertahap akan segera dihapuskan. Percepatan sekitar 1.000 perda bermasalah akan dihapuskan tiap bulannya.

Bagi para pelaku usaha, mereka membutuhkan peraturan dan rambu-rambu yang jelas. Namun, jika peraturan yang ada malah menyulitkan usaha mereka, tentu saja ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di daerah itu.

Banyak perda yang dibuat berdasarkan motivasi jangka pendek. Tujuannya untuk mendapatkan pendapatan daerah. Namun, pendapatan daerah yang banyak ini malah akan mengurangi usaha jangka panjang. Karena, orang akan memilih untuk tidak melakukan usaha (bisnis). Sebagai contoh, banyak pabrik yang tutup dan memindahkan pabriknya ke negara lain karena banyaknya peraturan yang menyulitkan usaha mereka.

Perda-perda yang bermasalah ini jika terus dibiarkan, maka akan menurunkan iklim investasi dan tingkat kepercayaan pasar. Karena, peraturan daerah itu akan menjadi acuan utama setiap investor sebelum berinvestasi. Menurut Koordinator Presidium FAA PPMI, Agung Sedayu, perda-perda bermasalah tersebut pastinya akan menghambat pertumbuhan dunia usaha.

Kesejahteraan masyarakat dipengaruhi dari sehatnya pertumbuhan dunia usaha. Namun jika para pelaku usaha disulitkan dengan prosedur yang berbelit, tidak ada kepastian hukum, pelayanan yang sulit, lama dan panjang, tentu ini akan membuat para investor berpikir dua kali untuk berinvestasi. Saat ini banyak ditemukan bahwa peraturan daerah tidak selalu serasi dengan peraturan pemerintah. Bahkan diindikasikan bahwa perda-perda bermasalah itu merupakan penyalahgunaan wewenang diskresi dan wewenang khusus yang dijabat pemerintah daerah.

Karena itulah, FA PPMI dalam diskusi ini mendorong pemerintah untuk melakukan kebijakan strategis yang efisien dan mampu memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha dan masyarakat, tanpa mengabaikan otonomi daerah. "Kita membutuhkan penyederhanaan regulasi supaya mempercepat proses pembangunan dan meningkatkan daya saing nasional untuk merespon kebutuhan menghadapi kompetisi global" pungkas Agung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar